Happy New Year! ‘Eid ‘Aamul
Jadid, Sahabat!!
Ya, kita baru saja memasuki tahun baru. Lho, kok nggak ada pesta kembang api dan tiup
terompet? Ups, tunggu dulu. Ini beda,
Bro!!! Hehe… Ini tahun baru Hijriah, Islam punya, kita
punya! Bukan tahun baru Masehi.
Bagi yang sudah lupa atau pura-pura lupa (hehe, sorry, just kidding), saya ingatkan kembali bahwa 1 Muharram 1434 H
jatuh pada hari Kamis di minggu ke-46 tahun 2012 M atau bertepatan pada tanggal
15 November 2012. Ada yang ultah di hari ini? Jika ada, berbahagialah, Anda
bisa merayakan hari ulang tahun Anda dengan berpuasa sunat. Niatnya bisa tiga
sekaligus, puasa di hari kelahiran (sebagia salah satu bentuk syukur kepada Allah
karena masih diberikan umur untuk beramal), puasa di awal bulan Muharram, dan
puasa sunnah Senin-Kamis. Wow!!!
Tapi, sudahlah. Ada hal menarik yang ingin kita bahas di sini.
Berbicara tentang tahun baru Hijriah tentu tak bisa dipisahkan dari
sebuah sejarah besar dalam Islam, yaitu hijrah. Kita flashback sejenak.
Bermula dari kebingungan seorang gubernur di masa kekhalifahan Amirul
Mu’minin ‘Umar ibn Khattab yang mempertanyakan kepada khalifah, mengapa
surat-surat yang dikirimkan kepadanya hanya ditandai dengan tanggal dan bulan
saja, tanpa tahun? (perlu dicatat bahwa tanggal dan bulan sudah familiar di
waktu itu). Atas dasar inilah, khalifah mengumpulkan beberapa sahabat terkemuka
untuk menetapkan awal tahun Islam. Ada yang mengusulkan tahun baru Islam
dimulai pada hari kelahiran Rasul, ada yang mengusulkan pada hari wafatnya
beliau. Setelah dipertimbangkan, akhirnya khalifah memutuskan menerima usul Ali
ibn Abi Thalib, tahun Islam dimulai pada hari hijrahnya Rasul dan para sahabat
ke Madinah.
Ada beberapa hal yang perlu dicatat di sini. Pertama, keputusan Umar
menerima usulan Ali: penanggalan Islam dimulai dari hari hijrah. Sebuah
keputusan yang cermat. Momentum yang dijadikan awal penanggalan adalah momentum
bersejarah yang bisa dikatakan “terlepas” dari takdir azali. Beda halnya dengan
kematian dan kelahiran yang jauh sudah ditetapkan Allah swt. sebelum manusia
terlahir ke dunia.
Kita bahas dulu selayang pandan mengenai hijrah. Hijrah adalah
perpindahan dari suatu tempat ke tempat lain dengan alasan keamanan. Itu makna
lahiriahnya. Hijrah seperti ini tidak ada lagi setelah penaklukan kota Mekkah
oleh kaum Muslimin. Secara ruhiyah, hijrah adalah perpindahan dari suatu
kondisi ke kondisi lain yang lebih baik. Dan pada tanggal 1 Muharram tahun ke-1
Hijriah, kaum Muslimin telah melakukan hijrah secara lahiriah dan ruhiyah
sekaligus. Secara lahiriah, mereka pindah dari Mekkah yang tidak kondusif dan
penuh teror ke Madinah yang lebih aman dan masyarakatnya welcome. Secara ruhiyah, kaum Muslimin telah menetapkan hari itu
sebagai titik tolak kebangkitan Islam. Mereka bangkit dari keterpurukan di
Mekkah menuju tatanan hidup baru di Madinah. Dimulai dengan menjalin ukhuwah yang erat dengan kaum Anshar,
akhirnya mereka mampu kembali lagi ke Mekkah sebagai pemenang dalam peristiwa
Fathul Makkah.
Sahabatku, maka harapannya adalah dengan momentum yang begitu
bersejarah, umat Islam seharusnya mampu melakukan perbaikan dari hari ke hari.
Kedua, keputusan untuk tidak mengikuti tahun Masehi yang sudah
sangat terkenal di waktu itu. Setidaknya, saya beranggapan memang seharusnya
beginilah karakter umat Islam seharusnya; tidak latah lantas ikut-ikutan meniru
budaya yang sudah ada. Kontradiksi memang, jika dibandingkan dengan kondisi
umat Islam sekarang.
Ketiga, sistem penanggalan yang berdasarkan revolusi bulan
terhadap bumi. Ini hal baru, karena sistem penanggalan sebelumnya mengacu pada
revolusi bumi terhadap matahari. Jika diteliti lebih lanjut, waktu yang
dibutuhkan bulan untuk berevolusi terhadap bumi selama 12 kali lebih singkat
dibandingkan 1 kali revolusi bumi terhadap matahari. Artinya, satu tahun
Hijriah lebih pendek dibandingkan satu tahun Masehi. Apa pesan tersiratnya?
Ketika kita menargetkan menyelesaikan suatu pekerjaan dalam satu tahun Hijriah,
kita dituntut untuk bekerja lebih cepat dibandingkan dengan orang yang
berpatokan pada tahun Masehi.
Semoga kita bisa mengambil ibrah dari refleksi tahun baru Hijriah kali
ini. Amin. Wallahu A’lam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar