CORETAN KADER : EKSISTENSI PERGERAKAN DAKWAH MAHASISWA MENURUT PRESPEKTIF AL-QUR'AN
Oleh : Rizka Dewi
“Apa pun, siapa pun, kapan pun, di mana pun, bagaimana pun,
aku tetap orang yang berpegang teguh terhadap idealisme yang kuyakini. Karena
sejatinya seorang realistis hanya dapat bergerak dalam kehidupan dengan
idealisme yang ia miliki dan yakini.”
Beranjak dari kalimat di atas, seyogianya setiap insan di
dunia ini dapat memahami dengan baik perihal makna kehidupan hakiki yang
diberikan oleh Allah SWT. Lebih jauh lagi mengenai kebermaknaan hidup itu
sendiri. Ketika makna ditemukan, maka akan bahagia seseorang menjalani
hidupnya. Sesungguhnya Allah SWT telah menegaskan bahwasanya hanya agama Islam
sajalah yang pada akhirnya akan diterima oleh-Nya.
“Dan barangsiapa mencari agama selain Islam, Maka
sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya, dan dia di akhirat
termasuk orang-orang yang rugi.” (Ali ‘Imran: 85)
Pasca reformasi tahun 1998 terlihat dengan jelas kebebasan
organisasi pergerakan dakwah, khususnya pergerakan dakwah mahasiswa yang sampai
saat ini masih menunjukkan eksistensinya. Sebut saja Pelajar Islam Indonesia
(PII), Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI), Lembaga Dakwah Kampus
(LDK), dan masih banyak pergerakan dakwah lain yang tak dapat disebutkan satu
per satu. Pergerakan-pergerakan dakwah tersebut menjadi sebuah pijakan dalam
upaya membentuk peradaban baru yang dilandaskan Al Quran dan As-Sunnah. Tak
pelak, semua pergerakan dakwah mahasiswa di Indonesia yang telah terbentuk
hingga saat ini adalah sebuah kontribusi nyata dalam menunaikan amanah Allah
SWT kepada umat-Nya untuk menjadi da’i dalam kondisi apa pun, Antum du’aat
qobla kulli syai’in. Sebelum segala sesuatu kalian semua adalah para da’i.
“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang
menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang
munkar; merekalah orang-orang yang beruntung.” (Ali ‘Imran: 104)
Dan dua ayat ini pun menjadi penegas ayat sebelumnya.
“Kamu adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia,
menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada
Allah. Sekiranya ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di
antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang
fasik.” (Ali ‘Imran: 110)
“Dan demikian (pula) kami telah menjadikan kamu (umat
Islam), umat yang adil dan pilihan agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan)
manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu.”(Al
Baqarah: 143)
Berbicara mengenai pergerakan kebangkitan Islam, takkan
terlepas dari tokoh-tokoh yang menjadi pelopor sekaligus promotor pembaruan
pergerakan kebangkitan Islam itu sendiri. Saat ini pergerakan dakwah mahasiswa
di Indonesia sedikit banyak cenderung mengadopsi pergerakan Ikhwanul Muslimin
yang digagas oleh Imam Asy-Syahid Hasan Al Banna, lebih tepatnya terinspirasi oleh
pergerakan beliau.
Mengambil istilah dari Fazlur Rahman, ia mengemukakan bahwa
pergerakan Ikhwanul Muslimin yang digagas oleh Imam Asy-Syahid Hasan Al Banna
adalah pergerakan yang lebih menekankan pemikiran Islam secara total sebagai
sistem hidup yang mengatur kehidupan bernegara dan bermasyarakat atau biasa
disebut kelompok ‘fundamentalisme Islam’. Selanjutnya pada tataran periodesasi
pembaruan pergerakan kebangkitan Islam, para fundamentalis ini oleh Fazlur
Rahman dimasukkan ke dalam pemikiran neorevivalisme. Seiring dengan perjalanan
pergerakan kebangkitan Islam, tidak lama sejak bermekarannya pemikiran
neorevivalisme, muncul kembali pemikiran baru yang mewarisi pemikiran
fundamentalisme sekaligus mengoreksinya. Inilah yang disebut neofundamentalisme
Islam. Mereka dapat beradaptasi terhadap kemodernan, tetapi tetap berpegang
teguh kepada nilai-nilai Islam yang dianggap universal dan akan senantiasa
mampu menjawab tantangan zaman2.
Di kalangan para cendekiawan, pemuda memiliki 3 amanah yang
diharapkan menjadi tumpuan mereka dalam bergerak, yaitu social control, iron
stock, dan agent of change. Ketiga amanah tersebut menjadi sebuah tumpuan yang
tak dapat terelakkan kembali untuk dipertanggungjawabkan kepada para pemuda.
Tetapi, kadangkala timbul pertanyaan yang membuat rasa kepenasaran semakin
membuncah di antara segelintir orang yang belum memahami, ”Mengapa harus para
pemuda?”
“Kami kisahkan kepadamu (Muhammad) kisah mereka dengan
sebenarnya. Sesungguhnya mereka adalah pemuda-pemuda yang beriman kepada Tuhan
mereka, dan kami tambah pula untuk mereka petunjuk. Dan kami meneguhkan hati
mereka di waktu mereka berdiri, lalu mereka pun berkata, “Tuhan kami adalah
Tuhan seluruh langit dan bumi; kami sekali-kali tidak menyeru Tuhan selain Dia,
Sungguh, kalau saja kami berbuat demikian, tentu kami telah mengucapkan
perkataan yang amat jauh dari kebenaran.” (Al Kahfi: 13-14)
Dalam ‘Majmu’ah Ar-Rasail’ karya Imam Asy-Syahid Hasan Al
Banna, beliau mengemukakan setidaknya ada empat karakter yang senantiasa
melekat pada diri pemuda. Perwujudan orientasi yang dimiliki pemuda akan
terealisasi manakala ada rasa keyakinan yang kuat kepadanya, ikhlas dalam
berjuang di jalannya, senantiasa bersemangat dalam merealisasikannya, dan
kesiapan untuk beramal serta berkorban dalam mewujudkannya. Karena sesungguhnya
dasar keimanan itu adalah nurani yang menyala, dasar keikhlasan adalah hati
yang bertaqwa, dasar semangat adalah perasaan yang menggelora, dan dasar amal
adalah kemauan yang kuat. Itu semua tak lain hanya dimiliki pada diri para
pemuda3.
Terjawab sudah pertanyaan yang sedari tadi menjadi
persoalan. Itulah pemuda. Mereka identik terhadap perjuangan. Mereka seperti
pusaran gelombang yang menggerakkan segala sesuatu. Mereka laksana ombak yang
menerpa tembok ketidakadilan. Mereka layaknya pelangi, memberikan secercah
harapan yang muncul setelah kegelapan menuju cahaya. Dan mungkin setiap apa
yang telah ada di dunia tak terlepas dari peran serta dan kontribusi yang
mereka ciptakan.
Begitulah para pemuda. Maka tak salah jika Presiden Soekarno
menyatakan bahwa ia akan mengguncang dunia hanya dengan sepuluh pemuda. Karena
sosok pemuda adalah kepribadian yang terintegrasi. Fase hidup yang selalu
dinanti oleh setiap insan. Karena hampir semua hal yang akan didapat manusia
dalam hidup ini terjadi dalam fase keremajaan. Tentu saja fase remaja merupakan
indikasi awal yang menjadikan diri seseorang layak disebut sebagai seorang
pemuda. Lebih jauh, pribadi seorang remaja yang sudah ditempa menjadikan
dirinya patut disebut sebagai seorang pemuda. Kematangan akal dan fisik yang
mereka dapatkan takkan ada yang bisa dinafikan oleh sesuatu pun.
Bertolak dari pernyataan yang telah disampaikan sebelumnya,
seyogianya khalayak umum dapat memahami dan meyakini eksistensi para pemuda.
Namun, beberapa tahun terakhir opini publik saat ini menimbulkan sedikit
keraguan atas jati diri seorang pemuda. Mungkin disebabkan kebebasan pers yang
melanda media berdampak sangat luas dalam memetakan persepsi dan pemikiran
masyarakat.
Saat ini masyarakat berpandangan bahwa pergerakan dakwah
mahasiswa pasca reformasi 1998 tidak menunjukkan eksistensinya secara nyata.
Masyarakat menganggap pergerakan dakwah mahasiswa tahun-tahun terakhir ini
tidak semasif dengan pergerakan dakwah mahasiswa di zaman pra reformasi. Inilah
yang menjadi permasalahan utama. Opini seperti ini tersebar dalam kehidupan
masyarakat secara luas. Ini dapat menimbulkan degradasi motivasi dan bahkan
akan lebih mengkhawatirkan ketika terjadi disorientasi dalam pergerakan dakwah
mahasiswa.
Padahal jika kembali ditelusuri perihal masalah ini,
sebenarnya tidak semua pergerakan dakwah mahasiswa seperti apa yang dianggap
oleh masyarakat. Walaupun secara kasat mata terlihat tidak semasif seperti yang
terjadi pada zaman pra reformasi, pergerakan dakwah mahasiswa mulai memahami
birokrasi manajemen organisasi dengan baik. Dahulu kebanyakan pergerakan dakwah
mahasiswa berpusat pada pergerakan massa. Gelombang massa dijadikan tumpuan
kekuatan utama. Namun, jarang ada yang memperhatikan persoalan administratif.
Maka jadilah pengarsipan surat, dokumentasi kegiatan, hingga masalah AD/ART
tidak sesuai yang diharapkan. Padahal seharusnya semua yang berhubungan dengan
administratif dapat terselesaikan dengan baik.
Berbeda halnya dengan sekarang. Pergerakan dakwah mahasiswa
saat ini dapat dikatakan lebih rapih pengorganisasiannya dibandingkan dengan
pra reformasi. Lebih tepatnya terkait permasalahan manajemen organisasi,
pergerakan dakwah mahasiswa sudah mengaplikasikannya dengan baik di lapangan
dan tetap tidak mengindahkan gelombang massa sebagai salah satu kekuatan
pergerakan.
“Sesungguhnya Allah menyukai orang yang berperang
dijalan-Nya dalam barisan yang teratur seakan-akan mereka seperti suatu
bangunan yang tersusun kokoh.” (Ash-Shaaf: 4)
Untuk itu sudah sepatutnya khalayak umum menyadari hal ini.
Jangan pernah sama sekali menghilangkan eksistensi para pemuda. Mereka memiliki
jiwa kepribadian dan karakter khas yang tak dimiliki seorang pun melainkan diri
mereka sendiri.
Ada sebuah pertanyaan. Mengapa pergerakan dakwah mahasiswa
tidak pernah terhapuskan eksistensinya dan selalu memiliki semangat juang
tinggi dalam melakukan pergerakan serta selalu aktif dalam berpartisipasi dan
berkontribusi bagi perkembangan kehidupan? Karena mereka memegang teguh
idealisme yang mereka yakini bersama. Sejatinya tidak seorang pun atau
sekelompok orang tertentu yang realistis dapat bergerak dalam kehidupan,
melainkan ia atau mereka memiliki idealisme yang dipegang kuat dan diyakini
hati dengan penjunjungan tinggi.
Saat ini pergerakan dakwah mahasiswa tengah melakukan
konsolidasi yang begitu meyakinkan. Pergerakan dakwah mereka sudah merambah
berbagai aspek kehidupan bermasyarakat seperti nilai dan norma sosial, budaya,
perilaku, maupun pemikiran. Tak bisa dipungkiri, mahasiswa adalah penggerak
dalam upaya revitalisasi kemaslahatan umat dan bangsa.
“Tidak wajar bagi seseorang manusia yang Allah berikan
kepadanya Al kitab, hikmah dan kenabian, lalu dia berkata kepada manusia:
“Hendaklah kamu menjadi penyembah-penyembahku bukan penyembah Allah.” akan
tetapi (Dia berkata): “Hendaklah kamu menjadi orang-orang rabbani, Karena kamu
selalu mengajarkan Al Kitab dan disebabkan kamu tetap mempelajarinya.” (Ali
‘Imran: 79)
Ayat Al Quran di atas menjadi penutup atas pembahasan yang
telah berkepanjangan ini. Secara fundamental pergerakan dakwah, khususnya
mahasiswa, memiliki hubungan terkait dengan makna tarbiyah. Tak dapat
dipungkiri, pergerakan dakwah mahasiswa bermula dari arah pembinaan sepanjang
hidup yang jelas untuk membentuk kader-kader dakwah yang mumpuni. Atau biasa
disebut Tarbiyah Nukhbawiyah.
Dakwah dan tarbiyah merupakan dua konsep fundamental yang
dimiliki agama Islam. Pergerakan Dakwah Mahasiswa pada dasarnya merupakan
pengejawatahan dari pembentukan Rijalud Dakwah atau para aktivis dakwah. Ke depan
pergerakan dakwah mahasiswa diharapkan tetap terjaga eksistensinya sebagai
washilah atau media dalam pembentukan aktivis-aktivis kader dakwah yang siap
menyongsong umat dan negara.
“Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja
yang kamu sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang (yang
dengan persiapan itu) kamu menggentarkan musuh Allah dan musuhmu dan
orang-orang selain mereka yang kamu tidak mengetahuinya; sedang Allah
mengetahuinya. Apa saja yang kamu nafkahkan pada jalan Allah niscaya akan
dibalasi dengan cukup kepadamu dan kamu tidak akan dianiaya (dirugikan).” (Al
Anfal: 60)
“Akulah petualang yang mencari kebenaran. Akulah manusia
yang mencari makna dan hakikat kemanusiaannya di tengah manusia. Akulah patriot
yang berjuang menegakkan kehormatan, kebebasan, ketenangan, dan kehidupan yang
baik bagi tanah air di bawah naungan Islam yang hanif.
Akulah lelaki bebas yang telah mengetahui rahasia wujudnya,
maka ia pun berseru, ‘Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku, dan matiku
hanya untuk Allah, Tuhan Semesta Alam yang tiada sekutu bagi-Nya. Kepada yang
demikian itulah aku diperintahkan, dan aku termasuk orang-orang yang berserah
diri.’
Inilah aku. Dan kamu, kamu sendiri siapa?”4
Sumber: http://www.dakwatuna.com/2012/10/23/23692/eksistensi-pergerakan-dakwah-mahasiswa-dalam-perspektif-al-quran-1/#ixzz3xmwcflGp
Tidak ada komentar:
Posting Komentar